ASAL USUL NAMA INDONESIA
Nusantara kemudian menjadi nama resmi kepulauan Negara kita pada masa kerajaan Majapahit (1292-1478) namun berabad-abad selanjutnya nama Nusantara tenggelam seiring runtuhnya kerajaan Majapahit, barulah pada tahun 1920-an seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker yang dalam sejarah sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) salah seorang cucu adik Multatuli, memperkenalkan nama “Nusantara”.
Nusantara semula bermakna kepulauan seberang/luar yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar jawa, dalam sumpahnya Gajah Mada dihadapan pertemuan agung di pendopo Majapahit yang dikenal dengan sumpah palapa “laman huwus kala Nusantara, isun amukti palapa” yang bermakna jika telah kalah pulau-pulau seberang (karena pada saat itu kerajaan Majapahit hanya meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah saja) saya menikmati palapa (istirahat).
Secara historis, kepulauan yang bermakna kepulauan seberang oleh Dr. Setiabudi diberi pengertian nasionalistis dengan mengambil kata melayu asli “antara” maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa diantara dua benua dan samudera” sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara modern. Dr. Setiabudi mengambil nama Nusantara dari kitab Pararaton yaitu, kitab yang membahas sejarah para ratu Singosari hingga runtuhnya Majapahit (Naskah kuno zaman Majapahit tersebut ditemukan di Bali akhir abad-19, diterjemahkan J. LA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920). Kemudian karena tahu asal-usul nama Nusantara adalah sebutan bumi pertiwi dulu dan tidak mengandung kata “India” maka dengan cepat menjadi populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan untuk digunakan sebagai pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Sebelum nama Nusantara populer dimasa pergerakan kemerdekaan Indonesia, pernah seorang pujangga asal Belanda yang bernama Eduard Douwes Dekker (1820-1887) dengan nama samaran Multatuli menamakan Tanah Air kita “Insulinde” (kepulauan Hindia) (latin insula = pulau) dalam bukunya MAX HAVELOR tahun 1860, kemudian dipopulerkan oleh prof. P.J. Veth. Alasan multatuli memberi nama Insulinde karena jijik mendengar nama Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga menggambarkan bahwa kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis katulistiwa ditretes intan jamrud.
Nama Indonesia Mulai Muncul
Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia, Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka”, dan dataran Asia Tenggara dinamakan “Hindia Belakang” sedangkan kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman Belanda nama resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda).
Nama Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan menyusuri sungai Indus.
Kemudian pada tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama JOURNAL OF INDIAN ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA (JIAEA), dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah JIAEA.
Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan dengan sebutan India yang lain. Dalam judul artikelnya “Embracing Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders”, Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai INDUNESIANS dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita dengan sebutan MELAYUNESIA (kepulauan melayu) daripada INDUNESIANS sebab MELAYUNESIANS sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau menulis artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul “THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN ARCHIPELAGO” yang membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa Eropa disebut “Indian Archipelago” yang menurut Logan sangat panjang dan membingungkan.
Melalui tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia Internasional “Mr. Earl Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian, which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan menyebut “Indonesia” pada kepulauan kita.
Logan memungut nama Indonesia yang dibuang oleh Earl, dan huruf U (INDUNESIA) digantinya dengan huruf O agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan INDONESIA sampai sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah “INDONESIA” dengan alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71, artikelnya itu tertulis “…..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians”.
majalah JIAEA volume 4 tahun 1850, judul artikel “On the leading characteristict of the Papuan, Australian and malay-polynesian nations”
Seorang guru besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Mempopulerkan nama “Indonesia” dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel” sebanyak lima volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui buku Bastian tersebut nama Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia, pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam “Encyclopedie Van Nederland-Indie”, tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan nama “Indonesia” sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti sebutan “Indonesier” (orang Indonesia).
Nama Indonesia Menjadi Makna Politik
Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang semula adalah istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para pemimpin pergerakan nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi makna politis. Karena istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai wujud identitas suatu bangsa yang telah bangkit dari cengkraman kolonialisme belanda yang mencapai kemerdekaannya, maka pemerintahan kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan mewaspadai istilah “Indonesia” itu.
Orang Indonesia yang pertama kali menggunakan nama “Indonesia” adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda tahun 1913. Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “INDONESISCHE PERS_BUREAU”. Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama Indonesia semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan para ilmuwan.
Seorang mahasiswa sekolah tinggi ekonomi (Handels hooge school), yang bernama Moch. Hatta mengusulkan agar organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di negeri Belanda untuk diubah yang semula bernama INDISCHE VEREENIGING yang didirikan pada tahun 1908, menjadi INDONESISCHE VEREENIGING (perhimpunan Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula bernama “HINDIA POETRA” diganti dengan nama “INDONESIA MERDEKA”. Alasan Moch. Hatta berinisiatif mengganti nama organisasi dan majalah dengan istilah Indonesia termuat dalam majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang akan datang mustahil disebut Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat menumbuhkan kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.”
Di dalam negeri berbagai organisasi pun muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi yang pertama kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan “INDONESIA” .
Organisasi Indonesische Studie Club tahun 1924 didirikan oleh Dr. Soetomo
Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1924
Organisasi INDONESISCHE PANVINDERIJ (NATIPIJ) tahun 1924, Organisasi kepanduan Nasional yang didirikan oleh Jong Islami Ten Bond.
Penetapan Nama Indonesia
Sebutan INDONESIA semakin populer di dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Nasional setelah nama “INDONESIA” dinobatkan sebagai nama Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada “kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia” pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut “SOEMPAH PEMOEDA”.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto Hadi Kusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “NEDERLANDSCH-INDIE” (Hindia Belanda) tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk mengganti didalam perundang-undangan sebutan “NEDERLANDSCH-INDIE” dengan INDONESIA; dan INBOORLING, INLANDER, INHEEIMSCHE dengan INDONESIER tetapi selalu mengalami kegagalan, dimana pihak koloni Belanda selalu mendasarkan keberatannya atas dasar pertimbangan “Juridis”. Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam surat menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940).
Sebutan “Hindia Belanda” lenyap ketika bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada tanggal 8 Maret 1942 dan berganti sebutan “TO-INDO” (India Timur). Tidak lama bala tentara Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan kekuasaan Jepang. Lalu pada tanggal 17 agustus 1945 muncul lebih kuat dengan dicantumkannya dalam proklamasi bangsa Indonesia, dan pada tanggal 18 Agustus 1945, berdirilah Negara Republik Indonesia.
The Srivijaya Empire-Sebelum sebutan Indonesia resmi menjadi nama kepulauan tanah air kita, berbagai nama pernah singgah dalam kepulauan Tanah Air kita. Dalam catatan diare fahian tahun 414 M, perantau bangsa tionghoa yang pertama kali datang kepulau ini : Bahwa asal-usulnya nama pulau jawa itu dari syairnya Ramayana, seorang Hindu (pujangga Rakawi Walmiki) dalam bahasa sansekerta yang telah hidup antara 300 SM dimana antara lain dalam syair itu telah menguraikan “Jawa Dwipa“, yang artinya : Jawa = pahala, dan Dwipa = pulau, sehingga Jawa Dwipa yang telah menjadi namanya pulau adalah membawa arti “pulau dari pahala” atau “pulau jasa“. Kemudian karena penyebutan ini Jawa Dwipa menjadi nama kepulauan Tanah Air kita. Dalam catatan perpustakaan India kuno kepulauan ini dinamai “Dwipantara“ dalam bahasa sansekerta Dwipa = pulau, dan antara = seberang/luar. Kemudian disalin dalam bahasa Majapahit menjadi “Nusantara”. Nusantara dikenal oleh para pedagang dari India, Arab, Persi dan Cina dengan sebutan Swarnadwipa (sansekerta) yang berarti “pulau emas” dan Sarondiba, Jaza ir al-Jawi (Arab).
Nusantara kemudian menjadi nama resmi kepulauan Negara kita pada masa kerajaan Majapahit (1292-1478) namun berabad-abad selanjutnya nama Nusantara tenggelam seiring runtuhnya kerajaan Majapahit, barulah pada tahun 1920-an seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker yang dalam sejarah sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) salah seorang cucu adik Multatuli, memperkenalkan nama “Nusantara”.
Nusantara semula bermakna kepulauan seberang/luar yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar jawa, dalam sumpahnya Gajah Mada dihadapan pertemuan agung di pendopo Majapahit yang dikenal dengan sumpah palapa “laman huwus kala Nusantara, isun amukti palapa” yang bermakna jika telah kalah pulau-pulau seberang (karena pada saat itu kerajaan Majapahit hanya meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah saja) saya menikmati palapa (istirahat).
Secara historis, kepulauan yang bermakna kepulauan seberang oleh Dr. Setiabudi diberi pengertian nasionalistis dengan mengambil kata melayu asli “antara” maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa diantara dua benua dan samudera” sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara modern. Dr. Setiabudi mengambil nama Nusantara dari kitab Pararaton yaitu, kitab yang membahas sejarah para ratu Singosari hingga runtuhnya Majapahit (Naskah kuno zaman Majapahit tersebut ditemukan di Bali akhir abad-19, diterjemahkan J. LA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920). Kemudian karena tahu asal-usul nama Nusantara adalah sebutan bumi pertiwi dulu dan tidak mengandung kata “India” maka dengan cepat menjadi populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan untuk digunakan sebagai pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Sebelum nama Nusantara populer dimasa pergerakan kemerdekaan Indonesia, pernah seorang pujangga asal Belanda yang bernama Eduard Douwes Dekker (1820-1887) dengan nama samaran Multatuli menamakan Tanah Air kita “Insulinde” (kepulauan Hindia) (latin insula = pulau) dalam bukunya MAX HAVELOR tahun 1860, kemudian dipopulerkan oleh prof. P.J. Veth. Alasan multatuli memberi nama Insulinde karena jijik mendengar nama Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga menggambarkan bahwa kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis katulistiwa ditretes intan jamrud.
Nama Indonesia Mulai Muncul
Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia, Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka”, dan dataran Asia Tenggara dinamakan “Hindia Belakang” sedangkan kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman Belanda nama resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda).
Nama Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan menyusuri sungai Indus.
Kemudian pada tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama JOURNAL OF INDIAN ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA (JIAEA), dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah JIAEA.
Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan dengan sebutan India yang lain. Dalam judul artikelnya “Embracing Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders”, Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai INDUNESIANS dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita dengan sebutan MELAYUNESIA (kepulauan melayu) daripada INDUNESIANS sebab MELAYUNESIANS sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau menulis artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul “THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN ARCHIPELAGO” yang membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa Eropa disebut “Indian Archipelago” yang menurut Logan sangat panjang dan membingungkan.
Melalui tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia Internasional “Mr. Earl Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian, which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan menyebut “Indonesia” pada kepulauan kita.
Logan memungut nama Indonesia yang dibuang oleh Earl, dan huruf U (INDUNESIA) digantinya dengan huruf O agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan INDONESIA sampai sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah “INDONESIA” dengan alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71, artikelnya itu tertulis “…..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians”.
majalah JIAEA volume 4 tahun 1850, judul artikel “On the leading characteristict of the Papuan, Australian and malay-polynesian nations”
Seorang guru besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Mempopulerkan nama “Indonesia” dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel” sebanyak lima volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui buku Bastian tersebut nama Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia, pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam “Encyclopedie Van Nederland-Indie”, tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan nama “Indonesia” sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti sebutan “Indonesier” (orang Indonesia).
Nama Indonesia Menjadi Makna Politik
Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang semula adalah istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para pemimpin pergerakan nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi makna politis. Karena istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai wujud identitas suatu bangsa yang telah bangkit dari cengkraman kolonialisme belanda yang mencapai kemerdekaannya, maka pemerintahan kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan mewaspadai istilah “Indonesia” itu.
Orang Indonesia yang pertama kali menggunakan nama “Indonesia” adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda tahun 1913. Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “INDONESISCHE PERS_BUREAU”. Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama Indonesia semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan para ilmuwan.
Seorang mahasiswa sekolah tinggi ekonomi (Handels hooge school), yang bernama Moch. Hatta mengusulkan agar organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di negeri Belanda untuk diubah yang semula bernama INDISCHE VEREENIGING yang didirikan pada tahun 1908, menjadi INDONESISCHE VEREENIGING (perhimpunan Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula bernama “HINDIA POETRA” diganti dengan nama “INDONESIA MERDEKA”. Alasan Moch. Hatta berinisiatif mengganti nama organisasi dan majalah dengan istilah Indonesia termuat dalam majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang akan datang mustahil disebut Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat menumbuhkan kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.”
Di dalam negeri berbagai organisasi pun muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi yang pertama kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan “INDONESIA” .
Organisasi Indonesische Studie Club tahun 1924 didirikan oleh Dr. Soetomo
Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1924
Organisasi INDONESISCHE PANVINDERIJ (NATIPIJ) tahun 1924, Organisasi kepanduan Nasional yang didirikan oleh Jong Islami Ten Bond.
Penetapan Nama Indonesia
Sebutan INDONESIA semakin populer di dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Nasional setelah nama “INDONESIA” dinobatkan sebagai nama Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada “kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia” pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut “SOEMPAH PEMOEDA”.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto Hadi Kusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “NEDERLANDSCH-INDIE” (Hindia Belanda) tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk mengganti didalam perundang-undangan sebutan “NEDERLANDSCH-INDIE” dengan INDONESIA; dan INBOORLING, INLANDER, INHEEIMSCHE dengan INDONESIER tetapi selalu mengalami kegagalan, dimana pihak koloni Belanda selalu mendasarkan keberatannya atas dasar pertimbangan “Juridis”. Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam surat menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940).
Sebutan “Hindia Belanda” lenyap ketika bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada tanggal 8 Maret 1942 dan berganti sebutan “TO-INDO” (India Timur). Tidak lama bala tentara Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan kekuasaan Jepang. Lalu pada tanggal 17 agustus 1945 muncul lebih kuat dengan dicantumkannya dalam proklamasi bangsa Indonesia, dan pada tanggal 18 Agustus 1945, berdirilah Negara Republik Indonesia.